Setiap hubungan hukum yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia tidak luput dari suatu permasalahan atau sengketa baik yang dapat dinilai dalam skala kecil atau bahkan skala besar. Hal ini pun terjadi dalam suatu perikatan jual – beli. Pada dasarnya suatu perikatan terjadi karena adanya perjanjian dan undang – undang. Khusus perikatan yang terjadi karena perjanjian, harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian menurut Pasal 1320 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), yaitu adanya kesepakatan para pihak, kecakapan pihak yang membuatnya, hal tertentu yang diperjanjikan dan sebab – sebab yang halal.
Contoh sengketa jual beli tanah:
Berikut ini kami sampaikan adanya rubrikasi baru bertitel PAGAR HUKUM. Rubrik ini kami maksudkan sebagai ruang publik dimana para pembaca bisa berdiskusi, bertanya tentang hal-hal hukum yang mungkin tengah dihadapi. Rubrik ini diasuh oleh seorang ahli di bidang hukum yakni Antonius Yudo Prihartono (AYP), seorang mantan Yesuit. Semua pertanyaan kepada AYP silakan kirim ke redaksi@sesawi.net
——————————————————————————————
Yth. Pak AYP,
Mohon konsultasi masalah yang sedang kami hadapi. Saya membeli tanah 3 tahun lalu dari salah seorang teman, sebut saja Budi. Dan saat ini sudah kami bangun menjadi rumah tinggal dan telah kami tempai selama 2 tahun terakhir ini.
Ternyata sekitar sebulan lalu baru kami ketahui bahwa sebelum saya beli tanah tersebut pernah menjadi sengketa antara Pak Budi dengan pihak kerabatnya, yaitu Pak Rahmat. Sengketa tersebut dimenangkan oleh pihak Pak Budi. Namun sesudah setahun ini Pak Budi meninggal dunia dan pihak keluarga Pak Rahmat kembali menggugat tanah tersebut yang saat ini sudah kami beli dan tempati.
Apa yang harus kami lakukan dan bagaimana langkah-langkah hukum yang harus kami lakukan? Kami tidak memegang sertifikat tanah tersebut tetapi memegang akta jual beli atas tanah tersebut. Mohon bantuan penjelasan.
Terima kasih sebelumnya.
Eko, Semarang.
Mohon konsultasi masalah yang sedang kami hadapi. Saya membeli tanah 3 tahun lalu dari salah seorang teman, sebut saja Budi. Dan saat ini sudah kami bangun menjadi rumah tinggal dan telah kami tempai selama 2 tahun terakhir ini.
Ternyata sekitar sebulan lalu baru kami ketahui bahwa sebelum saya beli tanah tersebut pernah menjadi sengketa antara Pak Budi dengan pihak kerabatnya, yaitu Pak Rahmat. Sengketa tersebut dimenangkan oleh pihak Pak Budi. Namun sesudah setahun ini Pak Budi meninggal dunia dan pihak keluarga Pak Rahmat kembali menggugat tanah tersebut yang saat ini sudah kami beli dan tempati.
Apa yang harus kami lakukan dan bagaimana langkah-langkah hukum yang harus kami lakukan? Kami tidak memegang sertifikat tanah tersebut tetapi memegang akta jual beli atas tanah tersebut. Mohon bantuan penjelasan.
Terima kasih sebelumnya.
Eko, Semarang.
Pak Eko, yang pertama-tama perlu dilakukan adalah adalah mempertahankan hak Pak Eko dengan cara membantah gugatan pihak Pak Rahmat dan membuktikan sebaliknya bahwa Pak Eko berhak atas tanah tersebut.
Perkara ini adalah lingkup perdata (sengketa hak), maka Pak Eko harus dapat membuktikan hak tersebut dengan alat bukti perdata sebagaimana diatur dalam Pasal 164 HIR dan pasal 1866 KUHPerdata yaitu antara lain: Bukti Tulisan/Surat, Bukti saksi, Persangkaan, Pengakuan atau Sumpah.
Dalam hal ini Pak Eko dapat menunjukan bukti Akta Jual Beli yang Pak Eko miliki, sehingga dapat menjelaskan hak atas tanah yang sudah Pak Eko beli dan tempati saat ini. Walaupun faktanya Pak Eko belum memiliki sertifikat atas tanah tersebut.
Pak Eko perlu juga menghadirkan saksi-saksi yang melihat/menyaksikan saat dilakukannya jual beli tanah tersebut dari Pak Rahmat, sehingga dapat menguatkan dalil-dalil bahwa telah terjadi peralihan hak yang sah antara Pak Eko dengan Pak Budi berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) tanah.
Yang perlu dilakukan adalah menguatkan bahwa Pak Eko telah membeli tanah dari orang yang berhak menjualnya yaitu Pak Budi, seperti yang Bapak ceritakan pada kronologis bahwa tanah di wilayah itu dulu pernah menjadi sengketa antara keluarga Pak Budi dengan Pak Rahmat dan akhirnya dimenangkan oleh Pak Budi. Maka Pak Eko juga dapat menunjukkan di pengadilan hal tersebut, misalnya berupa Putusan Pengadilan yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap (in kracht van gewijsde).
Dipihak lain keluarga Pak Rahmat juga harus dapat membuktikan gugatan mereka sebagaimana diatur dalam Pasal 163 HIR (Het Herzien Inlandsch Reglement) yang menyatakan bahwa : “Barangsiapa yang mengatakan mempunyai barang sesuatu hak, atau menyebutkan sesuatu kejadian untuk meneguhkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu”.
Demikian jawaban yang kami berikan berdasarkan kronologis dan pertanyaan yang Saudara berikan, semoga dapat bermanfaat. Dan apabila diperlukan bantuan hukum silakan menghubungi advokat terdekat.
Source: google